Selamat Datang

Selamat Datang
Selamat Datang

Kode Etik

Kode Etik
kode

Rabu, 06 Oktober 2010

KEMBALI KE PERSOALAN DASAR

KEMBALI KE PERSOALAN DASAR
Oleh Sri-Edi Swasono

Para pendiri bangsa kita sejak prakemerdekaan telah menegaskan penolakannya terhadap liberalisme dan individualisme yang menjadi roh kapitalisme. Kapitalisme selanjutnya berkembang menjadi imperialisme.

Mari kita perhatikan secarik catatan perjuangan Soekarno dan Hatta menentang penjajahan. Soekarno menggugat di Pengadilan Bandung pada 1930. Pleidoinya berjudul "Indonesia Klaagt-Aan" menegaskan bahwa "...imperialisme berbuahkan 'negeri-negeri mandat', 'daerah pengaruh'... yang di dalam sifatnya 'menaklukkan' negeri orang lain, membuahkan negeri jajahan... syarat yang amat penting untuk pembaikan kembali semua susunan pergaulan hidup Indonesia itu ialah Kemerdekaan Nasional..."

Dua tahun sebelumnya Hatta menuding Pengadilan Den Haag pada 1928 dalam pleidoinya "Indonesia Vrij". Di situ Hatta menegaskan, "...lebih baik Indonesia tenggelam ke dasar lautan daripada menjadi embel-embel bangsa lain..."
Pada Sidang BPUPKI 15 Juli 1945, Soekarno-Hatta sama-sama menyatakan bahwa Negara Indonesia didirikan berdasar rasa bersama. Dari situlah paham bernegara berdasarkan "kebersamaan dan asas kekeluargaan" digariskan dalam konstitusi.

Dasar sistem ekonomi

Paham kebersamaan dan asas kekeluargaan dimunculkan Hatta sebagai dasar sistem ekonomi Indonesia ke dalam UUD 1945 dengan istilah demokrasi ekonomi. Memang Hatta pada edisi pertama majalah perjuangan Daulat Ra'jat (20/9/1931) menyatakan, "...Bagi kita, ra'jat itoe jang oetama, ra'jat oemoem jang mempoenjai kedaoelatan, kekoeasaan (souvereiniteit). Karena ra'jat itoe djantoeng-hati Bangsa. Dan ra'jat itoelah jang mendjadi oekoeran tinggi rendah deradjat kita. Dengan ra'jat itoe kita akan naik dan dengan ra'jat kita akan toeroen. Hidoep ataoe matinja Indonesia Merdeka, semoeanja itoe bergantoeng kepada semangat ra'jat. Pengandjoer-pengandjoer dan golongan kaoem terpe­ladjar baroe ada berarti, kalaoe dibelakangnja ada ra'jat jang sadar dan insjaf akan kedaoelatan dirinja..."

Artinya, Hatta memosisikan rakyat sebagai sentral-substansial, "takhta adalah milik rakyat". Dari sini lahirlah konsepsi tentang demokrasi ekonomi dengan makna utama "kemakmuran masyarakat lebih utama dari kemakmuran orang-seorang", tersurat dalam Penjelasan UUD 1945 (asli). Penjelasan UUD 1945 ini kemudian dihilangkan melalui Amandemen UUD 1945. Namun, Penjelasan untuk Pasal 33 UUD 1945 (Demokrasi Ekonomi) sebagai referensi dan interpretasi otentik tetap berlaku.

Maria Soeprapto yang sekarang hakim Mahkamah Konstitusi juga telah menyatakan (2005) bahwa "...bagi pasal-pasal yang belum diubah tentunya penjelasan pasal-pasal tersebut masih berlaku dan sesuai dengan makna dan rumusan dalam pasal-pasalnya, misalnya Penjelasan Pasal 4, Pasal 22, dan Pasal 33 ayat (1), (2), dan (3)..."

Para pendiri bangsa menempatkan paham kolonial liberalistik yang berasas per orang pada posisi temporer dan menggantinya dengan paham kebersamaan dan asas kekeluargaan yang diberi posisi permanen melalui Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Artinya, pembangunan haruslah demi kemakmuran rakyat untuk mencapai societal welfare and happiness, tidak boleh menjadi proses dehumanisasi kapitalistik.

Diskursus mengenai liberalisme-individualisme versus kebersamaan dan asas kekeluargaan mungkin tak lagi menarik bagi kalangan ekonom kita saat ini. Namun, kiranya perlu kita ungkap untuk merespons sarasehan ekonomi yang baru-baru ini diadakan. Dipandu oleh Prof Soebroto dan dibuka oleh Jakob Oetama (Kompas, 6/7), sarasehan itu menyimpulkan "arah ekonomi merisaukan" dan "ruh pembangunan untuk rakyat hilang".

Jangan direduksi

UUD 1945 yang mendudukkan posisi rakyat sebagai sentral-substansial ini hendaknya tidak direduksi menjadi marjinal-residual sehingga daulat rakyat tersisih oleh daulat pasar (baca: daulat kapital), tetapi tetap berorientasi pada kepentingan rakyat dan tidak memosisikan kapital sebagai yang primus.

Kita menyaksikan bahwa ekonomi pasar telah gagal mengurangi kemiskinan rakyat dan gagal mengakhiri pengangguran berkelanjutan. Berkat daulat pasar, pembangunan makin terlihat menggusur orang miskin dan tidak menggusur kemiskinan. Pembangunan makin tampak merupakan sekadar pembangunan di Indonesia, bukan pembangunan Indonesia. Ini jauh dari cita-cita menjadi Tuan di Negeri Sendiri. Bisa-bisa rakyat menjadi penonton dan kembali menjadi kuli di negeri sendiri. Retorika ini diteriakkan makin santer!

Benarlah Hendri Saparini (Kompas, 7/7): kita secepatnya kembali ke Pancasila dan UUD 1945, kembali ke roh ekonomi konstitusi. Presiden SBY dalam pidato kenegaraan 14 Agustus 2009 di DPR menegaskan bahwa "kita tidak boleh terjerat, menyerah, dan tersandera oleh kapitalisme global yang fundamental." Di depan DPD 19 Agustus 2009 Presiden SBY menyatakan pula: "trickle-down effect (yang kapitalistik) telah gagal menciptakan kemakmuran untuk semua." Ini berarti presiden memberi harapan datangnya masa besar atau der grosse Moment.

Peraih Nobel Ekonomi 1970 Paul Samuelson selaku pembaku istilah dan pengertian ekonomi membuat ekonom seluruh dunia bisa saling bicara dalam bahasa ekonomi yang sama. Bukunya, Economics, merupakan buku induk pengajaran ilmu ekonomi. Pengajaran ekonomi di Indonesia terpaku pada buku induk dan buku teks lain ala Samuelson.

Dalam buku Samuelson edisi pertama (1948) sampai edisi ke-18 (2005) tak ditemukan satu pun perkataan cooperation (kerja sama). Artinya, sejak awal pengajaran ilmu ekonomi, mahasiswa kita hanya terekspos oleh ekonomi persaingan yang menjadi dasar liberalisme ekonomi dan kapitalisme. Ekonomi kerja sama tak dikenal dalam buku induk ilmu ekonomi yang diajarkan di kampus kita. Akibatnya, kerangka pikir mereka terkapsul oleh ekonomi persaingan, diasingkan dari ekonomi kerja sama dan kebersamaan.

Hal ini memudahkan para lulusan menerima liberalisme dan kapitalisme, mewajarkan persaingan bebas dan saling rebut yang menjauhkan kerukunan. Pembangunan tak boleh dilihat dari sekadar meningkatnya GNP atau nilai tambah ekonomi, tetapi juga nilai tambah sosial-kultural, yang memuliakan rakyat, mewujudkan keadilan sosial, dan meningkatkan rasa kebersamaan kohesif dalam kehidupan bermasyarakat.

Saya ikut membenarkan kesimpulan sarasehan ekonomi Kompas: "ruh pembangunan untuk rakyat telah hilang". Bahkan, Michael Hudson (2003) menegaskan bahwa imperialisme berkembang jadi superimperialisme seperti sekarang dengan segala model hegemoni ekonomi serba canggih. Kita tak boleh lengah. Diperlukan kepemimpinan nasional yang tangguh dan taat konstitusi.
Sri-Edi Swasono Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

sumber: http://cetak.kompas.com/read/2010/08/12/03062536/kembali.ke.persoalan.dasar.

MENGENAL LAPENKOP

MENGENAL LAPENKOP

LATAR BELAKANG

Gerakan koperasi, sejatinya sarat dengan nilai-nilai demokrasi. Kedudukan sama antar anggota, satu anggota satu suara, pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak, kekuasaan tertinggi pada rapat anggota dan pengawasan oleh anggota adalah prinsip koperasi yang merupakan cermin dari nilai-nilai demokrasi.

Bila prinsip dan nilai-nilai tersebut dapat dilaksanakan secara ajeg, maka anggota menjadi dominan dalam koperasinya. Anggota menjadi pemain utama dan berperan aktif.
Cirinya, anggota berpartisipasi aktif dalam:
  1. Memodali.
  2. Menggunakan pelayanan.
  3. Mengambil keputusan.
  4. Mengawasi. Menanggung resiko.

Gerakan koperasi akan menjadi efektif dan kokoh bila mengakar ke bawah dengan berbasiskan anggotanya.Dengan begitu, gerakan koperasi tidak mudah goyah dan sulit didikte (dipermainkan) oleh pihak ketiga. Bila kondisi ini terjadi, maka koperasi akan tumbuh menjadi gerakan yang cukup diperhitungkan. Sehingga akan efektif dalam memperjuangkan kepentingan anggotanya. Sayangnya, gerakan koperasi Indonesia masih jauh dari kata kuat, mandiri, apalagi diperhitungkan. Penyebabnya adalah: Tidak mengakar. Belum mampu menyalurkan dan memperjuangkan aspirasi anggotanya. Belum memiliki posisi tawar yang kuat, sehingga cenderung tidak diperhitungkan. Pendekatannya masih dari atas ke bawah.

Salah satu jawaban untuk meningkatkan keberdayaan gerakan koperasi adalah pendidikan dan pelatihan yang terus menerus. Disinilah peran LAPENKOP. Sebagai bagian integral gerakan koperasi Indonesia, diharapkan tampil di depan dalam memberdayakan gerakan koperasi melalui pendidikan dan pelatihan. Keberadaan LAPENKOP merupakan salah satu penerapan dari prinsip-prinsip ICA ( International Co-operative Alliance) yang berlaku universal, yaitu “Pendidikan, pelatihan, dan informasi”. Dan salah satu tugas organisasi gerakan koperasi Indonesia adalah menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan perkoperasian bagi anggota dan masyarakat.

VISI

LAPENKOP menjadi mitra terpercaya menuju gerakan koperasi yang mandiri.

MISI

Meningkatkan keberdayaan gerakan koperasi melalui pendidikan dan pelatihan.

TUJUAN
  1. Meningkatkan partisipasi anggota. Indikatornya adalah meningkatnya: Kontribusi modal. Pemanfaatan pelayanan usaha. Keikutsertaan dalam pengambilan keputusan. Pengawasan terhadap koperasi. Keikutsertaan dalam menanggung resiko.
  2. Meningkatkan pemahaman pengurus dan pengawas terhadap dinamika dan partisipasi anggota, sebagai “buah” dari pendidikan anggota. Indikatornya adalah: Pengurus menjadikan anggota yang berpartisipasi aktif sebagai suatu kekuatan. Pengelolaan koperasi yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan ekonomi anggota.
  3. Menyebarluaskan pendidikan dan pelatihan perkoperasian sampai lapis terbawah. Indikatornya adalah tersedianya dalam jumlah yang cukup: Pemandu yang terampil dan siap pakai dalam menyelenggarakan pendidikan anggota. Pelatih yang terampil dan terpakai dalam pendidikan pengurus dan pengawas, pelatihan pemandu, pelatihan pelatih, dan lokakarya.
  4. Meningkatkan pemahaman kaum perempuan, pelaku koperasi, dan tokoh-tokoh masyarakat tentang perkoperasian yang benar. Indikatornya adalah: Terbentuknya kader-kader perempuan yang proaktif mendorong kaumnya dalam kegiatan perkoperasian pada semua tingkatan. Adanya perubahan positif dalam gerakan koperasi Indonesia menuju koperasi dengan satu usaha., di mana anggota memiliki kepentingan ekonomi yang sama atau memiliki keterkaitan usaha dengan koperasinya.
  5. Menciptakan pemandu sebagai kader gerakan koperasi yang militant dan bekerja untuk rakyat. Indikatornya adalah: Adanya kader inti pada semua tingkatan. Masuknya kader inti dalam gerakan koperasi secara gradual. Keberadaan kader mewarnai kehidupan gerakan koperasi Tanah Air.

STRATEGI

1. Merancang metode dan teknik belajar yang :
= Sesuai karakter orang dewasa.
= Sesuai kebutuhan kelompok sasaran.
= Dapat dimengerti dengan mudah.
= Mudah dilaksanakan (sederhana).
= Berbiaya murah (terjangkau).
2. Menggunakan jaringan gerakan koperasi Indonesia secara optimal dan mandiri untuk menyebarluaskan program pendidikan dan pelatihan perkoperasian.
3. Mensertifikasi pemandu dan pelatih dengan menerbitkan Surat Izin Pemandu dan Pelatih (SIP).

MOTTO

Mengapa dipersulit kalau bisa dipermudah.

METODE

Pendidikan orang dewasa (POD) adalah metode yang dipilih LAPENKOP. POD adalah suatu ilmu dan seni untuk membantu orang dewasa belajar. Dengan POD, tidak hanya mata dan telinga yang dipergunakan, juga gerakan tubuh. Peserta terlibat aktif dalam proses belajar, karena kominukasinya multi arah. Dengan cara seperti ini, peserta menjadi bergairah, termotivasi, dan tidak mudah lelah. Untuk itu, jumlah peserta dalam setiap kelas tidak lebih dari 25 orang. Pendidikan dan pelatihannya dapat dilaksanakan di mana saja, dengan suasana informal, tempat sederhana, murah dan menyenangkan.
LAPENKOP memberikan kesempatan utama kepada kaum perempuan, karena memiliki potensi yang sama dengan kaum lelaki, untuk maju dan berkembang di lingkungan gerakan koperasi. BARANG Pendidikan dan pelatihan akan menjadi efektif bila didukung oleh bahan belajar yang sesuai. Tanpa bahan belajar, sangat sulit untuk memasyarakatkan dan menggulirkan program pendidikan dan pelatihan dengan cepat dan dalam skala yang luas. Oleh karena itu, LAPENKOP merancang bahan belajar yang praktis dan sederhana, sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh pembacanya.
Bahan belajar LAPENKOP terdiri dari produk jaringan dan umum. Produk jaringan dijual terbatas kepada peserta yang sudah dilatih oleh LAPENKOP, berupa modul bahan-bahan belajar. Sedangkan produk umum dapat dijual kepada siapa saja, sehingga jangkauannya lebih luas dan dapat tersebar sampai ke seluruh pelosok negeri. Barang-barang yang diproduksi oleh LAPENKOP terdiri dari: Bahan belajar (panduan dan media). Buku-buku termasuk buku saku. Poster. Kaos dan lain-lain.

PENDIDIKAN ANGGOTA
Anggota adalah pemilik sekaligus pengguna koperasi. Anggota harus mengetahui hak dan kewajibannya, sehingga ia dapat berpartisipasi aktif dalam koperasinya. Untuk itu, dibutuhkan pendidikan perkoperasian yang standar, terprogram, dan berkelanjutan bagi anggota.

Tujuan pendidikan anggota adalah meningkatkan:

Kontribusi modal anggota
Kesadaran anggota untuk memanfaatkan pelayanan usaha koperasi.
Keterlibatan anggota dalam pengambilan keputusan.
Pengawasan anggota terhadap koperasinya.
Kesadaran anggota terhadap penanggungan resiko.

PENDIDIKAN PENGURUS
Pendidikan anggota akan berdampak kepada peningkatan pengetahuan, kesadaran, penghayatan, dan tuntutan anggota terhadap koperasinya. Tujuan akhirnya adalah meningkatnya pertisipasi anggota dalam usaha koperasinya. Dampak seperti ini menuntut sikap dan perilaku pengurus yang profesional serta pro aktif. Maka dibutuhkan pendidikan perkoperasian yang standar, terprogram, dan berkelanjutan bagi pengurus. Secara umum, tujuannya adalah menyipakan pengurus agar dapat mangantisipasi dinamika anggota sebagai ”buah” dari pendidikan anggota. Secara khusus, tujuan pendidikan pengurus adalah untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan pengurus dalam: Mengelola organisasi dan usaha koperasi. Memimpin organisasi dan usaha koperasi. Berkomunikasi dengan anggota, pengawas, dan sesama pengurus.

PENDIDIKAN PENGAWAS
Anggota sangat sulit mengawasi secara langsung jalannya organisasi dan usaha koperasi. Untuk itu, dipilihlah pengawas oleh rapat anggota agar organisasi dan usaha koperasi dapat berjalan sesuai dengan amanat rapat anggota. Pengawas adalah wakil anggota yang memonitor jalannya roda organisasi dan usaha koperasi. Agar pengawasannya berjalan efektif, maka dibutuhkan Pendidikan Pengawas yang standar, terprogram, dan berkelanjutan. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pengawas tentang: Organisasi dan usaha koperasi. Teknik pengawasan. Pembukuan dan akuntansi.

PELATIHAN PEMANDU
Saat ini, terdapat lebih dari seratus ribu koperasi dengan puluhan juta anggota tersebar di pelosok desa. Untuk menjangkau wilayah yang begitu luas, dibutuhkan pemandu di tingkat kabupaten dan kota yang terampil dan terlatih untuk memfasilitasi Pendidikan Anggota. Pemandu dpilih secara selektif dari anggota koperasi yang potensial.
Secara umum, tujuannya adalah mencetak pemandu yang terampil dan terpakai dalam Pendidikan Anggota.
Secara khusus, tujuan Pelatihan Pemandu adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada pemandu tentang bagaimana: Memandu dan mengelola Pendidikan Anggota. Menerapkan POD dalam Pendidikan Anggota. Menguasai bahan belajar LAPENKOP berikut medianya.

PELATIHAN PELATIH
Pelatihan Pemandu, Pendidikan Pengurus, dan Pendidikan Pengawas dilaksanakan pada berbagai tempat di kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Agar efektif dan efisien,maka dibutuhkan pelatih di tingkat provinsi yang bertugas memfasilitasi Pendidikan Pengurus, Pendidikan Pengawas, Pelatihan Pemandu, dan Lokakarya. Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pelatih dalam: Memandu dan mengelola Pendidikan Pengurus, Pendidikan Pengawas, Pelatihan Pemandu, dan Lokakarya. Menerapkan POD dalam pendidikan dan pelatihan. Menguasai bahan belajar LAPENKOP berikut medianya.

PELATIHAN TEKNIS
Pelatihan teknis ditujukan kepada anggota koperasi yang mempunyai rumah tangga produksi yang berhubungan dengan bisnis koperasinya. Tujuan diselenggarakan pelatihan ini adalah untuk memberikan keterampilan dan keahlian dalam mengembangkan usahanya. Contoh pelatihan teknis adalah budidaya sapi potong, pemeliharaan sapi perah, pembuatan nata de coco dan lainnya.

PELATIHAN BISNIS
Pelatihan bisnis ditujukan bagi para pengurus koperasi guna memberikan pemahaman dalam ruang lingkup dan pengembangan bisnis koperasi. Tujuan diselenggarakannya pelatihan ini adalah sebagai jawaban dari pelatihan teknis yang telah diberikan kepada anggota. Dengan melaksanakan pendidikan bisnis, usaha koperasi dan anggota diharapkan dapat lebih berkembang. Materi pelatihan bisnis misalnya pelatihan pengelolaan keuangan koperasi, pelatihan retail dan lainnya. LOKAKARYA Pendidikan dan pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas sumber dayamanusia (SDM) gerakan koperasi. Akan tetapi, tidak seluruhnya dapat dijawab melalui pendidikan dan pelatihan. Pilihan lainnya adalah Lokakarya. Tema lokakarya diangkat dari kebutuhan gerakan koperasi yang nyata dan mendesak. Forum ini mempertemukan para pakar dan pelaku koperasi, sehingga dapat menghasilkan jawaban yang realistis dan logis. Tujuan Lokakarya adalah: Memberikan wacana untuk mengembangkan gerakan koperasi. Menemukan akar persoalan yang dihadapi oleh gerakan koperasi. Menemukan cara pemecahan yang realistis dan logis. Menyusun rencana tindak lanjut yang realistis dan logis pasca Lokakarya. Dalam menyebarluaskan program pendidikan dan pelatihan, LAPENKOP menggunakan strategi jaringan. Jaringan yang digunakan adalah gerakan koperasi, dari tingkat primer sampai sekunder. Dengan jaringan kerja seperti ini, LAPENKOP dapat menjangkau seluruh pelosoknegeri dalam waktu yang cepat,meluas, dan berbiaya murah. Pada setiap elemen jaringan yang ada, LAPENKOP menciptakan kader pendukung dan penggerak, yaitu pemandu di tingkat kabupaten atau kota dan pelatih di tingkat provinsi. Mereka adalah relewan (kader) lokal yang berasal dari gerakan koperasi sendiri. Pemandu memfasilitasi Pendidikan Anggota, sedangkan pelatih memandu Pendidikan Pengurus, Pendidikan Pengawas, Pelatihan Pemandu, dan Lokakarya. Untuk memobilisasi pemandu dan pelatih, maka dibentuklah LAPENKOP Daerah di tingkat kabupaten atau kota, LAPENKOP Wilayah di tingkat Provinsi, dan LAPENKOP Nasional di tingkat pusat. Pendidikan Anggota adalah bidang garapan utama LAPENKOP Daerah. Pelatihan Pemandu, Pendidikan Pengurus, Pendidikan Pengawas, dan Lokakarya adalahbidang garapan LAPENKOP Wilayah. Sedangkan Pelatihan Pelatih, Lokakarya Nasional, kurikulum, modul, dan bahan belajar lainnya adalah bidang garapan LAPENKOP Nasional. Dalam bekerjanya, LAPENKOP pada semua tingkatan mengutamakan pelayanan kepada gerakan koperasi yang telah bermitra. Untuk menjadi mitra ada syarat-syarat yang khusus. Dalam jangka panjang, strategi ”mitra” ini dimaksudkan agar LAPENKOP dapat mandiri, khususnya mengenai pembiayaan.

SEJARAH PENDIRIAN LAPENKOP
lahir dari sebuah kesadaran, bahwa persoalan besar yang dihadapi gerakan koperasi Indonesia adalah lemahnya partisipasi anggota. Pendidikan dan pelatihan perkoperasian yang terus menerus bagi anggota adalah salah satu jalan keluar yang masuk akal dan realistis.

Mengapa harus pendidikan anggota? karena :
Anggota adalah pemilik koperasi. Sebagai pemilik, anggota harus mengetahui bahwa ia harus menyetorkan modal, ikut mengambil keputusan dan mengawasi, serta menanggung resiko. Anggota adalah pengguna pelayanan kopeasi. Sebagai pengguna, anggota harus tahu, bahwa ia wajib memanfaatkan pelayanan koperasi. Kualitas anggota masih memprihatinkan. Pemahaman anggota tentang perkoperasian masih banyak yang belum puas. Anggota kerap diabaikan. Anggota jarang disentuh secara serius dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan. Selama ini cenderung terkonsentrasi kepada pengurus, pengawas, manajer, dan karyawan.
Untuk itu, lahirlah proyek pendidikan anggota, CMEC (Cooperative Member Education and Comunication) pada tanggal 1 September 1993. Proyek ini kerja sama antara DEKOPIN (Dewan Koperasi Indonesia), IKOPIN (Institut Manajemen Koperasi Indonesia), dan CCD (Cooperative Centre Denmark). Pada tanggal 24 Mei 1995, proyek ini ditingkatkan statusnya menjadi lembaga yang permanen. LAPENKOP (Lembaga Pendidikan Perkoperasian). LAPENKOP tidak hanya hadir di tingkat nasional, tapi juga merambah ke tingkat wilayah (provinsi) sampai daerah (kabupaten dan kota). Inilah yang disebut dengan jaringan kerja LAPENKOP. Pembentukan LAPENKOP Wilayah dan Daerah dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan permintaan wilayah atau daerah setempat.

LAPENKOP “Diawaki” oleh tenaga-tenaga muda yang profesional dan memiliki dedikasi tinggi dalam bidangnya. Untuk meningkatkan kualitas SDM, LAPENKOP tidak segan-segan memberi kesempatan belajar (kursus atau sekolah) awaknya di dalam dan di luar negeri.

Dalam menjalankan aktivitasnya, awak LAPENKOP bekerja dengan budaya yang dibangun dari pengalaman yang membentuknya selama ini. Satu tubuh, egaliter, terbuka, mengapa dipersulit kalau bisa dipermudah, serta dewasa dan bertanggung jawab adalah budaya kerja yang mendarah daging dan menjadi ciri khas LAPENKOP. Semboyan kami adalah our work is team work.

Budaya dan semboyan kerja inilah yang menjadikan awak LAPENKOP solid dan kokoh.

Terimakasih

Kewirausahaan

Kewirausahaan
Tentang Kewirausahaan

Personel LAPENKOP Nasional

Personel LAPENKOP Nasional
Personel LAPENKOP Nasional

LOGO HARI KOPERASI KE-61

LOGO HARI KOPERASI KE-61

LAPENKOP Nasional

LAPENKOP Nasional
Kantor

Keputusan Rapat Anggota dalam Koperasi merupakan keputusan tertinggi ?

DEKOPIN

ICA